Keterangan Gambar : M. Jamil Nur | Presiden BEM FISIP UNMUL
Tahun 2024 segera berakhir, meninggalkan sejumlah catatan kritis,
khususnya dalam konteks pemerintahan di Indonesia. Sebagai tahun politik, 2024
yang dapat di rasakan oleh seluruh elemen masyarakat termasuk Gen Z, pemerintah
memunculkan berbagai kebijakan pemerintah yang tidak selaras dengan kepentingan
masyarakat luas. Kebijakan-kebijakan ini cenderung merugikan kelompok pekerja,
buruh, petani, nelayan, dan mahasiswa, sekaligus menguntungkan segelintir
oligarki.
Pada tahun ini, penanganan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) masih
jauh dari harapan. Tidak ada upaya signifikan dalam mengusut dan menyelesaikan
kasus-kasus tersebut. Sebaliknya, berbagai tragedi dan konflik terjadi di
masyarakat, termasuk perampasan ruang hidup, diskriminasi terhadap masyarakat
adat, pembunuhan warga sipil secara represif oleh aparat, serta eksploitasi dan
kerusakan sumber daya alam (SDA) yang berlebihan.
Refleksi awal tahun 2024 sebagai tahun politik juga menyoroti proses
Pemilihan Umum (Pemilu) yang diwarnai ketidaknetralan Aparatur Sipil Negara
(ASN). Pelanggaran ini mencederai Pasal 9 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang ASN. Selain itu, sejumlah rancangan undang-undang (RUU) yang relevan,
seperti RUU Masyarakat Hukum Adat, RUU Perampasan Aset, dan RUU Perlindungan
Pekerja Rumah Tangga (PPRT), tidak disahkan. Sebaliknya, pemerintah justru
mengesahkan regulasi yang tidak berpihak kepada masyarakat, termasuk mengahdirkan
RUU Penyiaran UU Cipta Kerja yang masih di anggap bermasalah.
Begitu pun juga dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
60/PUU-XXII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024 memicu penolakan dari berbagai elemen
masyarakat. Padahal, putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat,
sebagaimana ditegaskan dalam ketentuan hukum yang berlaku. Upaya mengubah
putusan ini menciptakan gejolak yang semakin memperburuk kepercayaan masyarakat
terhadap sistem hukum.
Di sektor pendidikan, kebijakan Penerapan Iuran Pengembangan
Institusi (IPI) menuai protes keras dari mahasiswa, meskipun akhirnya kebijakan
ini tidak diterapkan. Namun, isu mahalnya biaya pendidikan tetap menjadi
tantangan serius. Pada bulan Oktober 2024, Prabowo Subianto dilantik sebagai
Presiden Republik Indonesia, meskipun latar belakangnya yang terkait
pelanggaran HAM berat memicu kritik tajam. Pemerintah dan aparat penegak hukum
dinilai semakin kehilangan keberpihakan kepada rakyat. Kasus Harvey Moeis, yang
divonis hanya 6,5 tahun penjara atas dugaan korupsi sebesar Rp 300 triliun,
mencerminkan lemahnya penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan kelas atas.
Tahun ini juga diwarnai isu-isu regional, terutama terkait
eksploitasi SDA. Reklamasi pasca-tambang sering kali diabaikan, menyebabkan
meningkatnya korban jiwa, termasuk anak-anak yang meninggal di lubang tambang.
Kasus pembunuhan dua masyarakat adat di Muara Kate, termasuk seorang tokoh adat
Dayak, menyoroti persoalan hak masyarakat adat. Ancaman terhadap masyarakat
adat di Pulau Rempang, akibat penggusuran paksa oleh pemerintah, juga
menimbulkan keprihatinan mendalam.
Di penghujung tahun, yang seharusnya menjadi momen kebahagiaan dalam
menyambut pergantian tahun, masyarakat justru dihadapkan pada kebijakan
pemerintah berupa kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%.
Kenaikan ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan tarif PPN tertinggi di
ASEAN, dengan dampak yang sangat dirasakan oleh masyarakat kelas menengah ke
bawah. Peningkatan harga barang kebutuhan pokok akibat kebijakan tersebut
memperburuk ketimpangan ekonomi. Kelompok rentan, seperti buruh dan pelaku
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), juga terdampak secara signifikan
karena pendapatan mereka tidak sebanding dengan kenaikan harga barang dan jasa.
Catatan
ini menjadi evaluasi dan kritik keras bagi pemerintahan Indonesia. Diperlukan
langkah nyata untuk menyelesaikan berbagai bentuk pelanggaran HAM,
mengakomodasi kepentingan masyarakat, dan menindak tegas aparat yang bertindak
represif terhadap warga sipil. Pemerintah harus lebih serius mendengar suara
rakyat dan menyelesaikan tragedi serta konflik yang melibatkan masyarakat adat,
sembari mengatasi berbagai persoalan yang masih membayangi hingga penghujung
tahun 2024.
Tulis Komentar